Di
Jawa Barat tepatnya di Kabupaten Bandung terdapat sebuah tempat
rekreasi yang sangat indah yaitu Gunung Tangkuban Perahu. Tangkuban
Perahu artinya adalah perahu yang terbalik. Diberi nama seperti karena
bentuknya memang menyerupai perahu yang terbalik. Konon menurut cerita
rakyat Parahyangan gunung itu memang merupakan perahu yang terbalik.
Berikut ini ceritanya.
Diceritakan bahwa Raja Sungging
Perbangkara pergi berburu. Di tengah hutan Sang Raja membuang air seni
yang tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Seekor babi hutan
betina bernama Wayungyang yang tengah bertapa ingin menjadi manusia
meminum air seni tadi. Wayungyang hamil dan melahirkan seorang bayi
cantik. Bayi cantik itu dibawa ke keraton oleh ayahnya dan diberi nama
Dayang Sumbi alias Rarasati.
Dayang Sumbi sangat cantik dan
cerdas, banyak para raja yang meminangnya, tetapi seorang pun tidak ada
yang diterima. Akhirnya para raja saling berperang di antara sesamanya.
Galau hati Dayang Sumbi melihat kekacauan yang bersumber dari dirinya.
Atas permitaannya sendiri Dayang Sumbi mengasingkan diri di sebuah bukit
ditemani seekor anjing jantan yaitu Si Tumang. Ketika sedang asyik
bertenun, toropong (torak) yang tengah digunakan bertenun kain terjatuh
ke bawah. Dayang Sumbi karena merasa malas, terlontar ucapan tanpa
dipikir dulu, dia berjanji siapa pun yang mengambilkan torak yang
terjatuh bila berjenis kelamin laki-laki, akan dijadikan suaminya. Si
Tumang mengambilkan torak dan diberikan kepada Dayang Sumbi.
Dayang
Sumbi pun menikahi Si Tumang dan dikaruniai bayi laki-laki yang diberi
nama Sangkuriang. Sangkuriang memiliki kekuatan sakti seperti ayahnya.
Dalam masa pertumbuhannya, Sangkuring selalu ditemani bermain oleh Si
Tumang yang yang dia ketahui hanya sebagai anjing yang setia, bukan
sebagai ayahnya. Sangkuriang tumbuh menjadi seorang pemuda yang tampan,
gagah perkasa dan sakti.
Pada suatu hari Sangkuriang berburu di
dalam hutan disuruhnya Si Tumang untuk mengejar babi betina yang bernama
Wayungyang. Karena si Tumang tidak menurut, Sangkuriang marah dan
membunuh Si Tumang. Daging Si Tumang oleh Sangkuriang diberikan kepada
Dayang Sumbi, lalu dimasak dan dimakannya. Setelah Dayang Sumbi
mengetahui bahwa yang dimakannya adalah Si Tumang, kemarahannya pun
memuncak serta merta kepala Sangkuriang dipukul dengan senduk yang
terbuat dari tempurung kelapa sehingga luka dan diusirlah Sangkuriang.
Sangkuriang
pergi mengembara mengelilingi dunia. Setelah sekian lama berjalan ke
arah timur akhirnya sampailah di arah barat lagi dan tanpa sadar telah
tiba kembali di tempat Dayang Sumbi, tempat ibunya berada. Sangkuriang
tidak mengenal bahwa putri cantik yang ditemukannya adalah Dayang Sumbi –
ibunya, begitu juga sebaliknya. Terjalinlah kisah kasih di antara kedua
insan itu. Tanpa sengaja Dayang Sumbi mengetahui bahwa Sangkuriang
adalah puteranya, dengan tanda luka di kepalanya.
Dayang Sumbi
pun berusaha menjelaskan kesalahpahaman hubungan mereka. Walau demikian,
Sangkuriang tetap memaksa untuk menikahinya. Dayang Sumbi meminta agar
Sangkuriang membuatkan perahu dan telaga (danau) dalam waktu semalam
dengan membendung sungai Citarum. Sangkuriang menyanggupinya.
Maka
dibuatlah perahu dari sebuah pohon yang tumbuh di arah timur,
tunggul/pokok pohon itu berubah menjadi gunung ukit Tanggul. Rantingnya
ditumpukkan di sebelah barat dan mejadi Gunung Burangrang. Dengan
bantuan para guriang, bendungan pun hampir selesai dikerjakan. Tetapi
Dayang Sumbi bermohon kepada Sang Hyang Tunggal agar maksud Sangkuriang
tidak terwujud. Dayang Sumbi menebarkan irisan boeh rarang (kain putih
hasil tenunannya), ketika itu pula fajar pun merekah di ufuk timur.
Sangkuriang menjadi gusar, dipuncak kemarahannya, bendungan yang berada
di Sanghyang Tikoro dijebolnya, sumbat aliran sungai Citarum
dilemparkannya ke arah timur dan menjelma menjadi Gunung Manglayang. Air
Talaga Bandung pun menjadi surut kembali. Perahu yang dikerjakan dengan
bersusah payah ditendangnya ke arah utara dan berubah wujud menjadi
Gunung Tangkuban Perahu.
Sangkuriang terus mengejar Dayang Sumbi
yang mendadak menghilang di Gunung Putri dan berubah menjadi setangkai
unga jaksi. Adapun Sangkuriang setelah sampai di sebuah tempat yang
disebut dengan Ujung berung akhirnya menghilang ke alam gaib
(ngahiyang).